Latest Updates

Hukum Mentalqin Mayyit (Orang Mati) Setelah Pemakaman


Banyak yang masih mempertanyakan bagaimana hukum mentalqin mayyit setelah proses pemakaman. Pada dasarnya tidak perlu mempermasalahkan talqin yang telah masyhur di masyrakat Islam sebab apa yang telah menjadi kebiasaan di masyarakat Islam hakikatnya ada karena diajarkan oleh ‘ulama atau para Imam kaum muslimin. Terlepas dari semua itu namun bagaimanakah hukumnya ?

Imam yang kredibel dalam madzhab Syafi’i berikut ini sudah cukup untuk menjawab pertanyaan diatas. Yakni Imam al-Hafidz Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i [w. 676 H], beliau juga merupakan ulama yang berkualitas al-Hujjah (Hujjatul Islam) dan lebih dikenal dengan Imam an-Nawawi telah menjelas secara gamlang sebagai berikut :
“Dianjurkan (yakni hukumnya sunnah) agar melakukan talqin mayyit setelah proses pemakaman, dengan mengucapan :

يَا عَبْدَ اللَّهِ ابْنَ أَمَةِ اللَّهِ، اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا، شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ، وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا، وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً، وَبِالْمُؤْمِنِينَ إِخْوَانًا
“Wahai hamba Allah putra dari Amatillah (perempuan Allah), ingatlah engkau hal yang engkau keluar atasnya dari dunia, yakni ; persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, sesungguhnya surga adalah haq (benar), neraka itu haq, kebangkitan itu haq (benar), hari kiamat pasti datang tidak ada keraguan tentangnya, sesungguhnya Allah membangkitkan siapa saja didalam qubur, sesengguhnya engkau telah ridlo dengan Allah sebagai Rabb dan Islam sebagai agama serta Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam sebagai nabi, al-Qur’an sebagai panutan, ka’bah sebagai qiblat dan orang-orang yang berimana sebagai saudara”   

Dan telah warid tentang hal itu yakni khabar dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.”
Kemudian beliau juga mengatakan :
“Qultu (aku berkata) : Inilah talqin yang dihukumi mustahab (disunnahkan) oleh jama’ah-jama’ah dari ashhab kami, antara lain : al-Qadli al-Husain, shahibut Tatimmah, Syaikh Nashr al-Maqdisi didalam kitabnya at-Tahdzib dan ulama-ulama lainnya. Al-Qadli Husain telah menukilnya dari ashhab kami (ulama syafi’iyah) secara mutlak, dan hadits yang warid tentang itu adalah dlaif akan tetapi hadits-hadits fadlail ditoleransi (tidak masalah kalau diamalkan) menurut ahlul ilmi dari kalangan Muhadditsin dan yang lainnya. Dan hadits ini (mengenai talqin) telah diperkukuh (diperkuat) dengan dengan persaksian hadits-hadits shahih, seperi hadits “Memohonlah kalian kepada Allah ketetapan untuknya”, dan wasiat sayyidina ‘Amr bin al-‘Ash “Tegakkanlah oleh kalian disamping kuburku sekadar menyembelih sembelihan, dan membagi-bagikan dagingnya sehingga aku bisa merasakan ketentraman dengan kalian, dan aku lebih mengetahui dengan apa akan aku kembalikan utusan-utusan Tuhanku (Malaikat Munkar - Nakir)”, diriwayatkan oleh Muslim didalam kitab shahihnya dan penduduk Syam tidak pernah meninggalkan atas amal talqin ini sejak masa awal Islam, dan pada zaman dimana orang-orang dijadikan panutan (pegangan). Ashhab kami berkata : “dan duduklah orang yang melakukan talqin (mulaqqin) disamping kubur, adapun ath-thifl (anak kecil) atau semisalnya tidak perlu di talqin”, wallahu a’lam.”
Jadi, amalan talqin ini memang telah menjadi amalan kaum Muslimin terutama diwilayah Syam sejak masa awal Islam. Maka, hendaknya tetap dimasyhurkan dan dibiasakan sebagaimana telah dilakukan diberbagai masyarakat Muslim didunia termasuk juga di Indonesia. Tidak perlu menghiraukan isu-isu baru yang dihembuskan beberapa sekte pemecah belah umat Islam terutama yang menjadi sasaran adalah madzhab Syafi’i disebab mayoritas masyarakat Islam di Indonesia adalah bermadzhab Syafi’i.

Wallahu A’lam.

Maraji’ : Kitab Raudlatuth Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin lil-Imam an-Nawawi asy-Syafi’i

8 Responses to "Hukum Mentalqin Mayyit (Orang Mati) Setelah Pemakaman"

Anonim mengatakan...

betul, yang seringkali yang dianggap bid'ah oleh wahabi/salafi malah bukanlah sebuah bid'ah.

mereka (wahabi/salafi) sengaja menghilangkan hadits yang shohih & hasan serta ijtihad2 para ulama, bahkan junjungan mereka sendiri yakni Ibnu Taimiyyah tak lepas dari fitnah wahabi/salafi dengan menyembunyikan ijtihad Ibnu Taimiyyah yang bertentangan dengan pendapat kaum wahabi

berikut Talqin mayyit menurut Ibnu Taimiyyah
http://pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=85
http://azarasidi.blogspot.com/2011/06/ibnu-taimiyah-membungkam-wahhabi.html
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/10/pendapat-ibnu-taimiyah-tentang-talqin.html

untuk itu, apabila wahabi/salafi berbicara atau bertanya "mana dalilnya". berikan langsung dalilnya.
& mereka biasanya langsung mengalihkan pembicaraan atau langsung kabur (karena malu).

jika wahabi/salafi mengalihkan pembicaraan, tugas kita kembalikan ke topik pembicaraan & jangan lupa ulangi / copas dalil yang diminta oleh wahabi/salafi

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum..
Bagus sekali artikel yang antum buat, namun afwan akh perlu antum tahu bahwa tadi dalam redaksi kitab Raudhah Juz 2 Hal 138 itu ada redaksi " dan hadits yang warid tentang itu adalah dlaif"Dan Bahwa pemahaman saudara - saudara kita yang antum tajriyh / cela sebagai wahhabiyyah. Mereka tidak berhujjah dengan hadits Dhaif.Coba antum buka kitab ushul fiqh 'ala manhaji ahlil hadits karangan Ghulam Qadir Al Bakistani.Dan antum juga perlu di beberpa pembahasan ushul fiqh, tidak semua ulama sepakat bahwa hadits dhaif itu bisa dijadikan hujjah...Apa antum tw itu?Jadi kita jangan bersikap merasa paling benar karena telah bermazhab Syafii.JAgalah Ukhuwwah Islamiyyah perluas wawasan kita dalam memahami islam,dan dahulukan sifat hikmah sebelum mentajriyh sesama muslim...
Akhuukum
Ibnu Mahdi Al -Wasithy

Anonim mengatakan...

yup, tidak semua orang hendak berhujjah dengan hadits dhoif.

wahabi tidak berhujjah dengan hadits dhoif, betul sekali.
tapi perlu diketahui, wahabi menyebut suatu hadits shahih, hasan, dhoif, maudhu' berdasarkan ulama mereka yakni albani yang notabene bukan seorang muhaddits, & hafalannya saja hanya kurang dari 100rb hadits tanpa menghafal sanad 1 pun. & wahabi seperti mensejajarkan albani dengan Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Nasa'i, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, & Imam ahli hadits lainnya dengan mengambil penilaian hadits (shahih, hasan, dhoif, maudhu) dr seorang yang sangat lemah yakni ALBANI

& semua ahlussunnah wal jama'ah selalu menjaga kerukunan / ukhuwah Islamiyyah, namun sungguh disayang kelompom diluar ahlussunnah wal jama'ah yakni wahabi selalu mengatakan suatu amalan bid'ah dengan seenaknya.

mari kita jaga ukhuwah Islamiyyah.
jika ada suatu kelompok melakukan suatu amalan dengan berdasarkan dalil, walaupun hadits dhoif, jangan dicap bid'ah apalagi dicap sesat

Anonim mengatakan...

Isinya sangat bermutu. Ana beri masukan. Gemana kalau setiap makalah bisa dicopy baik itu bentuk word atau pdf. Syukron

Anonim mengatakan...

saya cuma ingin bertanya? komentar ulama tidak dapat dijadikan hujjah...karena sandaran sumber utama adalah al-Qur'an dan Sunnah...kalau dikatakan sunnah, sunnah menurut siapa? ungkapan sunnah itu harus ada preseden dari perbuatan Nabi...tolong tunjjukkan hadit mana yang menunjukkan tentang talqin beserta takhrij haditnya...biar kita obyektif dan tidak berdasarkan golongan atau aliran..mohon tanggapannya


Ahmad Fandy

Anonim mengatakan...

tolong dalam menjabarkan suatu masalah jangan mengatas namakan golongan,apalagi bresangkutan dengan hadist,biar kita smua muslim yg awam tdk bingung,jelaskan saja secara gamblang hadistnya beserta apa yg ada di Al-Qur'an yg berhubungan denga tentang hal tersebut...SALAM UHKUWAH ISLAMIYAH

Unknown mengatakan...

TIDAK pernah kita mendengar ada seorang sahabat membacakan talqin kepada Rasulullah,, dan Rasulullah TIDAK pernah mewasiatkan kepada umatnya tentang tahlilan.

NABI KITA MUHAMMAD SAW sangat mencintai umatnya,maka tidak mungkin beliau menyembunyikan suatu amalan sehingga ada amalan yang menyusul di kemudian,, berarti antum tidak percaya pada Nabi Muhammad tapi malah percaya pada imam yang lain atau siapa yang antum maksud... wallahu a'lam

Anonim mengatakan...

Coba Antum Singgah http://www.sarkub.com/2011/perintah-untuk-mentalqin-mayit/

Posting Komentar

Media Islam

Thariqat Sarkubiyah

NU Online