ولا تكره القراءة على القبر) لما روى أنس مرفوعا «من دخل المقابر فقرأ فيها " يس " خفف عنهم يومئذ، وكان له بعددهم حسنات» ، وصح عن ابن عمر أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها، قاله في " المبدع "، (وأي قربة) من دعاء واستغفار وصلاة وصوم وحج وقراءة وغير ذلك (فعلها) مسلم (وجعل ثوابها لميت مسلم أو حي نفعه ذلك) قال أحمد: الميت يصل إليه كل شيء من الخير للنصوص الواردة فيه، ذكره المجد وغيره حتى لو أهداها للنبي – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – جاز ووصل إليه الثواب.
“tidak dimakruhkan membaca al-Qur’an diatas kubur, berdasarkan riwayat Anas secara marfu’ “barangsiapa masuk ke area pekuburan maka bacalah Yasin untuk meringankan (siksa) ahli kubur seketika itu, dan baginya kebaikan sebanyak penghuni kubur”, dan telah shahih dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya beliau berwasiat apabila dimakamkan agar dibacakan pembukaan al-Baqarah kemudian mengkhatamkannya disisi kuburnya”, telah dikatakan didalam kitab al-Mabda’ (fiy syarhi al-Miqna’). Dan amal-amal untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti do’a, istighfar, shalat, puasa, haji, membaca al-Qur’an serta yang lainnya, yang dikerjakan oleh seorang muslim, kemudian menjadikan pahalanya untuk mayyit muslim atau orang yang hidup maka itu bermanfaat. Imam Ahmad berkata : “setiap amal kebaikan bisa sampai kepada mayyit berdasarkan nas-nas yang warid tentang hal itu, telah disebutkan oleh al-Madj dan ulama lainnya meskipun menghadiahkan kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, itu boleh dan pahalanya sampai kepada beliau.
ويسن أن يصنع لأهل الميت طعام يبعث به إليهم) ثلاثة أيام لقوله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «اصنعوا لآل جعفر طعاما فقد جاءهم ما يشغلهم» رواه الشافعي وأحمد والترمذي وحسنه، (ويكره لهم) أي لأهل الميت (فعله) أي فعل الطعام (للناس) لما روى أحمد عن جرير قال: " كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعة الطعام بعد دفنه من النياحة " وإسناده ثقات. ويكره الذبح عند القبور والأكل منه لخبر أنس «لا عقر في الإسلام» رواه أحمد بإسناد صحيح، وفي معناه الصدقة عند القبر فإنه محدث وفيه رياء.
“disunnahkan membuatkan makanan untuk ahlul mayyit yang diberikan kepada mereka, selama tiga hari berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam : “berikanlah makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh telah datang sesuatu yang menyibukkan mereka”, diriwayatkan oleh asy-Syafi’i, Ahmad dan at-Turmidzi serta dihasankannya. Dimakruhkan bagi ahlul mayyit membuatkan makanan untuk manusia berdasarkan riwayat Ahmad dari Jarir, ia berkata : “kami menganggap berkumpul dikediaman ahlul mayyit dan memakan makanan setelah kematiannya bagian dari niyahah”, sanadnya tsiqah, juga dimakruhkan menyembelih disisi kubur dan makan darinya, berdasarkan khabar Anas “tidak ada ‘aqr (penyembelihan dikuburan) didalam Islam” diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih, sedangkan maknanya adalah shadaqah disisi kubur, sebab itu muhdats dan mengandung riya’.
Penjelasan tentang dimakruhkannya bagi ahlul mayyit (keluarga almarhum) membuatkan makanan untuk masyarakat :
“tidak dimakruhkan membaca al-Qur’an diatas kubur, berdasarkan riwayat Anas secara marfu’ “barangsiapa masuk ke area pekuburan maka bacalah Yasin untuk meringankan (siksa) ahli kubur seketika itu, dan baginya kebaikan sebanyak penghuni kubur”, dan telah shahih dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya beliau berwasiat apabila dimakamkan agar dibacakan pembukaan al-Baqarah kemudian mengkhatamkannya disisi kuburnya”, telah dikatakan didalam kitab al-Mabda’ (fiy syarhi al-Miqna’). Dan amal-amal untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti do’a, istighfar, shalat, puasa, haji, membaca al-Qur’an serta yang lainnya, yang dikerjakan oleh seorang muslim, kemudian menjadikan pahalanya untuk mayyit muslim atau orang yang hidup maka itu bermanfaat. Imam Ahmad berkata : “setiap amal kebaikan bisa sampai kepada mayyit berdasarkan nas-nas yang warid tentang hal itu, telah disebutkan oleh al-Madj dan ulama lainnya meskipun menghadiahkan kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, itu boleh dan pahalanya sampai kepada beliau.
ويسن أن يصنع لأهل الميت طعام يبعث به إليهم) ثلاثة أيام لقوله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «اصنعوا لآل جعفر طعاما فقد جاءهم ما يشغلهم» رواه الشافعي وأحمد والترمذي وحسنه، (ويكره لهم) أي لأهل الميت (فعله) أي فعل الطعام (للناس) لما روى أحمد عن جرير قال: " كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعة الطعام بعد دفنه من النياحة " وإسناده ثقات. ويكره الذبح عند القبور والأكل منه لخبر أنس «لا عقر في الإسلام» رواه أحمد بإسناد صحيح، وفي معناه الصدقة عند القبر فإنه محدث وفيه رياء.
“disunnahkan membuatkan makanan untuk ahlul mayyit yang diberikan kepada mereka, selama tiga hari berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam : “berikanlah makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh telah datang sesuatu yang menyibukkan mereka”, diriwayatkan oleh asy-Syafi’i, Ahmad dan at-Turmidzi serta dihasankannya. Dimakruhkan bagi ahlul mayyit membuatkan makanan untuk manusia berdasarkan riwayat Ahmad dari Jarir, ia berkata : “kami menganggap berkumpul dikediaman ahlul mayyit dan memakan makanan setelah kematiannya bagian dari niyahah”, sanadnya tsiqah, juga dimakruhkan menyembelih disisi kubur dan makan darinya, berdasarkan khabar Anas “tidak ada ‘aqr (penyembelihan dikuburan) didalam Islam” diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih, sedangkan maknanya adalah shadaqah disisi kubur, sebab itu muhdats dan mengandung riya’.
Penjelasan tentang dimakruhkannya bagi ahlul mayyit (keluarga almarhum) membuatkan makanan untuk masyarakat :
- Hukum makruh ini tentunya diambil atas kebijaksanaan dan keluasan ilmu ‘ulama dalam menyikapi sesuatu hal, dan disini tidak sampai penetapan status hukum haram (berdosa).
- Walaupun ‘ulama ada yang mengharamkan niyahah (ada juga yang memakruhkannya) dan untuk hal diatas ulama tidak sampai mengharamkannya. Ahlul mayyit memberi makan kepada masyarakat dihukumi makruh, karena itu akan menambah kesibukan mereka (membuat mereka semakin repot), seakan akan menambah musibah bagi mereka, disamping dikatakan bahwa jamuan setelah kematian itu tasyabbuh dengan jamuan orang jahiliyah. [1] Orang-orang jahiliyah dahulu ketika ada keluarganya yang meninggal maka membuat jamuan, menyembelih kambing, onta dan sebagainya. Jika ada kaum Muslimin yang melakukan ini, maka dihukumi makruh.
- Pada kegiatan tahlilan itu bukan jamuan makan yang membuat mereka sibuk, melainkan hanya sekedarnya saja. Yaitu apa yang diberikan ahlul mayyit adalah dalam rangka menghormati tamu (ikramud dlaif). Dan jika ahlul mayyit bermaksud menshaqadahkan yang pahalanya untuk mayyit maka itu sunnah, dan pahalanya sampai dan bermanfaat bagi mayyit. Dan makanannya itu halal, hendaknya dimakan.
- Hendaknya kaum Muslimin mengantarkan makanan kepada ahlul mayyit, karena ini sunnah, menasehati dan memberikan motivasi kepada ahlul mayyit dengan kesabaran dan mendo'akan mereka.
- Oleh : Ats-Tsauriy (Bangkalan).
Diposting juga di http://www.facebook.com/notes/tahlilan-yasinan-selamatan-dibawah-naungan-dan-kebijaksanaan-ahlul-ilmi/kitab-madzhab-hanabilah-ar-raudl-al-marbi-karangan-imam-manshur-bin-idris-al-bah/138836059504203
0 Response to "Ar-Raudl al-Marbi’ karangan Imam Manshur bin Idris al-Bahutiy al-Hanbali (w. 1051 H)"
Posting Komentar