Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
: لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش
“Sungguh (pasti) Qasthanthiniyah (Konstantinopel) akan di taklukkan, maka sungguh sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukan itu”
Sebenarnya sebelum beliau, telah banyak pemimpin Islam yang berusaha untuk menawan kota Konstantinopel, mereka berusaha memenuhi nubuat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
- Gerakan pertama dilancarkan pada tahun 44 H yakni di masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan radliyallah ‘anh. Akan tetapi, usaha tersebut gagal dan Abu Ayyub al-Ansari yang merupakan salah seorang sahabat Nabi yang ikut dalam gerakan tersebut, namun syahid di pinggir kota Konstantinopel tersebut.
- Di zaman Sulaiman bin Abdul Malik, Khilafah Bani Umayyah telah menyiapkan pasukan elit untuk kembali mengepung kota tersebut pada tahun 98 H, tetapi masih belum diizinkan oleh Allah Ta’alaa untuk menaklukkannya.
- Di zaman pemerintahan Khilafah Abbasiyyah, beberapa usaha terus dilancarkan tetapi masih menemui kegagalan termasuk usaha di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid tahun 190 H. Khalifah yang terkenal dengan kejayaannya, namun ternyata Allah Ta’alaa masih belum mengizinkannya.
- Setelah jatuhnya kota Baghdad tahun 656 H, usaha menaklukkan Konstantinopel tetap di lanjutkan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Minor (yakni Anatolia) terutamanya Kerajaan Seljuk. Pemimpin masyhurnya adalah Alp Arslan (455 – 465 H / 1063 – 1072 M) telah berhasil mengalahkan Raja Rum, Dimonos, pada tahun 463 H / 1070 M.
- Daulah Khilafah ‘Utsmaniyyah di awal ada ke 8 H / 14 M, telah mengadakan persepakatan bersama Seljuk Rum yang ketika itu berpusat di bandar Konya. Di zaman Sultan Yildrim Beyazid (w. 1402 M) beliau telah berhasil mengepung kota Konstantinopel pada tahun 796 H / 1393 M hingga memaksa Raja Byzantine menyerahkan Konstantinopel secara damai kepada umat Islam. Tetapi, usahanya itu menemui kegagalan karena tentara Mongol di bawah pimpinan Timurlank telah menyerang Daulah Khilafah ‘Utsmaniyyah dan telah memaksa Sultan Beyazid untuk menarik kembali tentaranya untuk mempertahankan daulah dari serangan Mongol. Namun, beliau telah ditawan.
- Kemudian Sultan Murad II (824-863 H / 1421-1451 M) melanjurkan usaha menaklukkan Konstantinopel, namun tidak berhasil hingga tibalah masa putra beliau yakni, Sultan Muhammad Al-Fatih, sultan ke-7 Khilafah Daulah ‘Utsmaniyyah.
Sultan Muhammad Al-Fatih menaiki tahta kekhilafahan pada tahun 855 H / 1451 M, dan kekuatan beliau banyak terletak pada ketinggian akhlaknya. Ini karena atas keprihatinan ayahnya, semenjak kecil beliau telah di didik secara intensif oleh para ulama terkenal di zamannya. Diantara gurunya adalah Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani (w. 893H), ulama yang disebut oleh Sultan al-Fatih sebagai "Abu Hanifah di Zamannya". Beliau juga mempunyai hubungan yang baik dengan para ulama lain diantaranya ;
- Seorang Syaikh Thariqat Naqsyabandiyyah yakni al-Mulla 'Abdur Rahman al-Jami (w. 898 H),
- Seorang pakar ilmu kalam, al-Qadhi Mustafa bin Yusuf yang masyhur dengan sebutan "Khawajah Zadah" (w. 893 H), yang telah menyusun kitab al-Tahafut atas perintah Sulthan al-Fatih, yakni kitab tentang kajian komperehensif antara kitab Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali dan kitab Tahafut al-Hukama' karya Ibn Rusyd,
- Seorang alim sufi, Syaikh Muhammad bin Hamzah yang masyhur dengan sebutan "Aq Syamsuddin" Ad-Dimasyqi Ar-Rumi, nasabnya bersambung kepada Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq radliyallah ‘anh.
Peperangan dahsyat berlangsung selama 54 hari. Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menyayangi Syaikh Aq Syamsuddin dan mempunyai kedudukan yang istimewa pada diri baginda dan ini sangat jelas dinyatakan oleh beliau ketika futuhat Istanbul,
"...Sesungguhnya kalian melihat aku sangat gembira. Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata karena keberhasilan menaklukkan kota ini, akan tetapi adalah karena hadirnya di sisiku Syaikh ku yang mulia, dialah pendidikku, Syaikh Aq Syamsuddin."Sebagaimana yang diketahui, kebanyakan ulama dalam Khilafah 'Utsmaniyyah adalah bermadzhab Maturidiyyah dari segi akidah, bermazhab Hanafi dari segi fiqh dan merupakan ahli tasawuf. Didikan dan bimbingan yang diterima oleh Sultan Muhammad al-Fatih dari para ulama inilah yang merupakan rahasia kekuatan dan keberhasilan beliau. Sehingga Nabi shallalahu ‘alayhi wa sallam memberitakan tentang diri beliau serta memujinya ratusan tahun sebelum kemunculannya.
Fakta ini mungkin menyebabkan kumpulan "tajdid" yang membenci aliran tradisi merasa kurang senang. Maka kadang cara membantahnya mereka adalah mengatakan bahwa hadits ini adalah dla'if ! Bagaimana mereka bisa membantah jika banyak ulama yang menyatakan bahwa hadits tersebut tsabit dari Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam.
HIKMAH YANG BISA DIPETIK :
- Untuk menjadi pribadi yang tangguh diperlukan ketekunan dalam menuntut ilmu, kepribadian yang berakhlak serta penguasaan berbagai disiplin ilmu yang bermanfaat.
- Bagaimana pun ‘ulama adalah kekuatan umat Islam, mereka adalah pewaris Nabi yang seharusnya berada di garda terdepan dalam membawa kejayaan Islam, dalam mendidik generasi muda menjadi pemuda yang berpribadian Islam. Sebab bagaimana pun semangat seorang pemuda tanpa bimbingan ulaman niscaya akan tersesat dan salah arah.
- Tidak selayaknya umat Islam mencela kaum Sufi yang lurus, Ahli Kalam yang lurus, serta thariqat-thariqat lain, sebab kebanyakan merekalah yang banyak memperjuangkan Islam. Maka sangat disayangkan kaum pencela yang gencar dimasa kini yang banyak mencela sufi.
- Demikian juga tidak sepatutnya mencela Aqidah Maturidiyah yang merupakan aqidah ahlussunnah, juga Asy’ariyah yang banyak di pegang oleh mayoritas umat Islam. Sebab Maturidi lah aqidah al-Fatih dan Asy’ariyah aqidah Shalahuddin al-Ayyubi. Kenapa kalian cela wahai pencela ?!!
- Pemuda-pemudi Islam hendaknya menyibukkan diri dengan ilmu tanpa meninggalkan akhlakul karimah, dan berhati-hati dalam menuntut ilmu yakni kenali ahlussunnah wal jama’ah dengan benar, agar tidak keliru.
Disalin dari tulisan Al-Ustadz Muhammad Khafidz bin Soron, dengan beberapa penambahan dan penyesuaian.
Wallahu A’lam.
http://www.darulfatwa.org.au/content/view/998/301/
http://www.khairaummah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=232&Itemid=107
http://al7ewar.net/forum/showthread.php?t=984
http://cb.rayaheen.net/showthread.php?tid=5246
http://cb.rayaheen.net/showthread.php?tid=4825
http://sawanih.blogspot.com/2009/12/kekuatan-di-sebalik-peribadi-sultan-al.html
2 Responses to "Sulthan al-Fatih dan Kekuatan Dibalik Keperkasaannya"
Kalau boleh, dapatkah Anda menunjukkan kepada saya bukti valid bahwa Muhammad Al-Fatih beraqidah Asy'ariyyah (disertai sanad yg terpercaya) ? Itu pertama.
Kedua, hadits itu selengkapnya begini (yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad) :
حدثنا عبد الله بن محمد بن أبي شيبة وسمعته انا من عبد الله بن محمد بن أبي شيبة قال ثنا زيد بن الحباب قال حدثني الوليد بن المغيرة المعافري قال حدثني عبد الله بن بشر الخثعمي عن أبيه انه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول : لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش قال فدعاني مسلمة بن عبد الملك فسألني فحدثته فغزا القسطنطينية
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah - dan aku mendengarnya dari 'Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah - ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubbaab, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Waliid bin Al-Mughiirah Al-Mu'aafiriy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku 'Abdullah bin Bisyr Al-Khats'amiy, dari ayahnya, bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Konstantinovel benar-benar akan ditaklukkan, maka senikmat-nikmat pemimpin adalah pemimpinnya dan senikmat-nikmat pasukan adalah pasukan itu". Lalu Maslamah bin 'Abdil-Malik pun memanggilku dan bertanya kepadaku, maka aku menceritakan hadits itu, dan setelah itu, ia pun memerangi Konstantinovel [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/335].
Hadits itu dinilai oleh Asy-Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth dla'iif (lemah) karena jahalah dari 'Abdullah bin Bisyr.
Dalam At-Taariikh Al-Kabiir-nya Al-Bukhaariy dan yang lainnya, disebutkan 'Ubaid bin Bisyr Al-Ghanawiy.
Dalam jalan riwayat lain dari At-Taariikh Al-Kabiir, disebutkan 'Ubaidullah bin Bisyr Al-Ghanawiy.
Dalam riwayat Ath-Thabaraniy, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Haakim, disebutkan 'Abdullah bin Bisyr Al-Ghanawiy.
[lihat penjelasan Al-Albaaniy dalam Adl-Dla'iifah no. 878 dan Al-Arna'uth dalam Takhriij Al-Musnad 31/287-288].
Jika Anda mengatakan bahwa 'aqidah Asy'ariyyah Maturidiyyah itu adalah 'aqidahnya salaf, maka kenyataan mendustakan Anda.
Seandainya hadits tersebut Shahih maka ndak mesti yang dimaksud dalam Hadits itu adalah Muhammad Al-Fatih. Ada beberapa hadits yang terkait dalam hal penaklukan Qusthantiniyah a.k.a Konstantinopel tapi –mungkin- terlewatkan dari ingatan antum. Coba simak hadits berikut:
Dari Abu Huroiroh, bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Kiamat tidak akan datang, sampai pasukan Romawi turun di kawasan al-A’maq atau Dabiq. Maka keluarlah pasukan dari Madinah (untuk menghalau mereka), yang terdiri dari orang-orang terbaik di bumi saat itu. Ketika Pasukan Islam itu berbaris untuk menghalau, maka Pasukan Romawi mengatakan: “Biarkanlah kami bertempur dengan orang yang menawan sebagian orang kami!”. Maka kaum muslimin mengatakan: “Tidak, demi Alloh kami tidak akan membiarkan kalian menyerang saudara kami!”. Maka terjadinya peperangan diantara mereka.
Dalam pasukan Islam itu, ada sepertiga yang lari dan Alloh tidak akan memaafkan mereka, ada sepertiga lagi yang gugur dan menjadi para syuhada’ yang paling mulia, dan ada sepertiga lagi yang menang dan selamanya tidak akan gentar (melawan musuh). Mereka (kemudian) mampu menaklukkan Kawasan Qusthonthiniyah.
Ketika mereka sedang membagi harta rampasan perang, dengan menggantungkan pedang-pedang mereka di pohon zaitun, tiba-tiba setan menyerukan bahwa al-Masih (Nabi Isa) telah datang di tempat kalian. (Mendengar seruan itu), mereka pun keluar, padahal seruan itu bohong belaka. Ketika mereka sampai di Negeri Syam, maka dia (si Dajjal) keluar.
Ketika pasukan muslimin sedang bersiap perang, mereka membuat shof-shof saat dikumandangkan sholat, (ketika itu) Isa putra Maryam -shollallohu alaihi wasallam- turun dan menjadi imam mereka. Maka ketika musuh Alloh (Dajjal) melihatnya, ia pun mencair (melemah kekuatannya) sebagaimana mencairnya garam dalam air, Seandainya ia (Nabi Isa) membiarkannya, tentunya ia (Dajjal) akan mencair dan mati dengan sendirinya, tetapi Alloh (berkehendak) membunuhnya dengan tangan Nabi Isa, dan ia memperlihatkan darahnya (Dajjal) yang menempel di tombaknya kepada pasukan muslimin. (HR. Muslim)
[Terjemah hadits Oleh Ustadz Ad-Dariniy di Blognya]
Hadits diatas dan semisalnya jelas2 berbicara tentang Penaklukan Konstantinopel dan jelas2 terdapat Pujian Rasulullah terhadap orang2 yang berperang di Akhir Zaman tatkala menaklukan/membuka Konstatinopel.
Sekali lagi, -dengan asumsi- jika hadits yang antum bawakan itu shahih. Ini hanya untuk jaga2 –sebagai jawaban Alternatif- sebab hampir bisa dipastikan antum akan menolak Pendha’idan dari Syaikh Al-Albani –dalam hal ini hadits yg antum sebutkan- sebagaimana umumnya kalangan Sufi-Asy’ari-Maturidi lainnya...
Oya, satu lagi, jawab yang jujur bagaimana sikap kalangan Maturidiy -yang Muhammad Al-Fatih ini dinisbatkan kepadanya- terhadap hadits Ahad dalam masalah Aqidah? Apa antum ga merasa bahwa hadits riwayat Ahmad, dll yang antum bawakan itu adalah Hadits Ahad? Diterima atau ditolak? Jika ditolak maka hujjah antum telah runtuh dengan sendirinya sebab masalah pengabaran tentang masa depan termasuk perkara Ghaib yang masuk dalam cakupan Aqidah.
Posting Komentar