Latest Updates

Fatwa Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan Tentang QS. An-Najm Ayat 39



Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan merupakan seorang ulama yang dianggap beraliran wahhabiyah, lahir pada tahun 1933 M.  Terkait surah an-Najm ayat 39, pernah juga ditanyakan kepada beliau, juga terkait dengan QS. ath-Thuur ayat 21. Berikut jawaban beliau :

سؤال: ما معنى الآيتين الكريمتين في قوله تعالى: {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى، وقوله: {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ} ، وهل بينهما نسخ أو تعارض؟ وماذا نستفيد منهما؟
Soal : apa makna dua ayat pada firman Allah {wa an laysa lil-insaani illaa ma sa’aa} dan {walladziina amanuu wat-taba’athum dzurriyyatuhum bi-imaanin bihim dzurriyyatahum wa maa alatnaahum min ‘amalihim min syay’}, apakah antara keduanya telah di nasakh ataukah bertentangan ? dan apa penjelasan tentang keduanya ?

الجواب: بين الآيتين إشكال، ذلك أن الآية الأولى فيها: أن الإنسان لا يملك إلا سعيه ولا يملك سعي غيره {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} ، فملكيته محصورة بسعيه، ولا ينفعه إلا سعيه، بينما الآية الأخرى فيها أن    الذرية إذا آمنت فإنها تلحق بآبائها في الجنة وتكون معهم في درجتهم وإن لم تكن عملت عملهم، فالذرية إذا استفادت من عمل غيرها، قال تعالى: {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ} ، فالآية الكريمة تدل على أن الذرية يلحقون بآبائهم في درجاتهم ويرفعون معهم في درجاتهم وإن لم يكن عملهم كعمل آبائهم، فظاهر الآية أنهم انتفعوا بعمل غيرهم وسعي غيرهم، بينما الآية الأخرى أن الإنسان لا ينفعه إلا سعيه
Jawab : Antara dua ayat terdapat isykal (pertentangan), hal itu karena ayat pertama mengandung pengertian bahwa manusia tidak memiliki kecuali usahanya dan tidak memiliki usaha orang lain { dan tiada ada bagi manusia kecuali apa yang diusahakan} maka kepemilikannya hanya sebatas dengan usahanya sendiri dan tidak mendapat manfaat kecuali usahanya, sementara ayat lainnya tentang keturunan apabila beriman maka terhubung dengan ayah-ayah mereka didalam surga dan bersama mereka didalam hal kedudukan mereka, meskipun mereka tidak mengamalkan amal mereka, keturunan (cucu-cucu) mendapat manfaat (faidah) dari amal orang lain , Allah berfirman { Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka , dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka } maka ayat yang mulya ini menunjukkan bahwa cucu-cucu tetap dihubungankan dengan ayah-ayah mereka didalam hal kedudukan mereka dan kedudukan mereka di angkat walaupun amal mereka tidak seperti amal ayah-ayah mereka, maka maksud dhahir ayat adalah bahwa mereka mendapatkan manfaat dengan amal (perbuatan) selain mereka dan usaha orang lain, sedangkan ayat yang lain adlah bahwa manusia tidak bisa mendapat manfaat kecuali usahanya.

وقد أجاب العلماء عن هذا بعدة أجوبة: الجواب الأول: أن الآية الأولى {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} مطلقة والآية الثانية {أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ} مقيدة. والمطلق يحمل على المقيد كما هو مقرر في علم الأصول. والجواب الثاني: أن الآية الأولى تخبر أن الإنسان لا يملك إلا سعيه، ولا ينفعه إلا سعيه، ولكنها لم تنف أن الإنسان ينتفع بعمل غيره، من غير تملك له، فالآية الأولى في الملكية، والثانية في الانتفاع، أن الإنسان قد ينتفع بعمل غيره وإن لم يكن ملكه، ولهذا ينفعه إذا تصدق عنه، وينفعه إذا استغفر له، ودعي له، فالإنسان يستفيد من دعاء غيره، ومن عمل غيره، وهو ميت. والانتفاع غير الملكية، فالآية الأولى في نوع، والآية الثانية في نوع آخر، ولا تعارض بينهما. هذا الجواب أحسن من الأول في نظري، فهذا الجواب هو الراجح في نظري.

Dan sungguh ulama telah menjawab tentang hal ini dengan sejumlah jawaban :

Pertama, bahwa ayat pertama { wa an laysa lil-insaani illaa ma sa’aa } adalah mutlak, dan ayat kedua {alhaqnaa bihim dzurriyyatahum} adalah muqayyad. Dan yang mutlak dibawa ke yang muqayyad sebagaimana ditetapkan dalam ilmu ushul.

Kedua, bahwa ayat pertama mengkhabarkan tentang manusia tidak memiliki kecuali usahanya sendiri, dan tidak mendapat manfaat kecuali usahanya sendiri, akan tetapi tidak menafikan bahwa manusia mendapat manfaat dari amal (usaha/perbuatan) orang lain dan dari milik orang lain untuknya, maka ayat pertama adalah tentang milkiyah (kepemilikan), dan ayat kedua tentang intafa’ (kemanfaatan), bahwa manusia sungguh mendapatkan manfaat dengan amal orang lain walaupun tiada miliknya, oleh karena inilah seseorang mendapatkan manfaat apabila menshadaqahkan untuknya, dan mendapatkan manfaat apabila di mohonkan ampun untuknya, dan berdo’a untuknya. Maka manusia mendapatkan faidah dari do’a orang lain dan dari amal orang lain, maksudnya mayyit bisa mendapat manfaat.

Dan manfaat bukan kepemilikan. Ayat pertama adalah satu hal, dan ayat kedua adalah satu hal yang lain, keduanya tidak bertentangan, jawaban inilah yang lebih bagus dari yang pertama menurut tinjauanku, jawaban ini juga adalah rajih (kuat) menurut tinjauanku.

وهناك جواب آخر: هو أن الآية الأولى {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} منسوخة؛ لأنها في شرع من قبلنا لأن الله تعالى يقول: {أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى}  ، فهذه تحكي ما كان في صحف موسى وصحف إبراهيم عليهما السلام، لكن جاءت شريعتنا بأن الإنسان ينتفع بعمل غيره، فيكون ذلك نسخًا، ولكن هذا الجواب ضعيف، والجواب الذي قبله أرجح في نظري، والله أعلم.

Dan disana juga ada jawaban lainnya, yakni bahwa ayat pertama { wa an laysa lil-insaani illaa ma sa’aa } mansukh, karena sesungguhnya itu pada syariat umat sebelum kita (syar’u man qablanaa), sebab Allah berfirman : “Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa ? , dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? , (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” maka ini mengisahkan apa yang ada pada shuhuf Nabi Musa ‘alayhiwa salam dan Nabi Ibrahim ‘alayhis salam, akan tetapi telah datang pada syariat kita bahwa manusia mendapatkan manfaat dengan amal orang lain, maka keberadaanya itu telah di hapus, namun jawaban ini lemah, dan jawaban ulama sebelumnya itulah yang lebih rajih dalam tinjauanku. Wallahu A’lam. []

Sumber : Majmu’ Fatawa, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan [1/176-179]
Oleh ; al-Faqir ats-Tsauriy (Bangkalan).
CATATAN : pelajaran yang bisa kita ambil dari penjelasan ulama wahhabiyah ini adalah bahwa seseorang muslim bisa mendapatkan manfaat dari amal orang lain.

Media Islam

Thariqat Sarkubiyah

NU Online