Latest Updates

Ibnu Taimiyah Lagi , Hanya Masalah Afdlaliyah (Keutamaan) : Membaca al-Qur'an Untuk Kedua Orang Tua, Umat Islam dan Diri Sendiri



من يقرأ القرآن ويهدي ثوابه لوالديه ولموتى المسلمين
MEMBACA AL-QUR'AN DAN MENGHADIAHKAN PAHALANYA UNTUK KEDUA ORANG TUANYA DAN UNTUK KAUM MUSLIMIN YANG WAFAT

سئل: عمن يقرأ القرآن العظيم، أو شيئا منه، هل الأفضل أن يهدي ثوابه لوالديه، ولموتى المسلمين؟ أو يجعل ثوابه لنفسه خاصة؟
Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang yang membaca al-Qur’an al-‘Adhim atau sebagian dari al-Qur’an, apakah lebih utama (afdlall) agar menghadiahkan pahalanya kepada kedua orang tuanya, dan kepada orang muslim yang wafat ? atau hanya menjadikan pahalanya untuk dirinya sendiri saja ?

الجواب: أفضل العبادات ما وافق هدي رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وهدي الصحابة، كما صح عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه كان يقول في خطبته: «خير الكلام كلام الله، وخير الهدي هدي محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة» . وقال - صلى الله عليه وسلم -: خير القرون قرني، ثم الذين يلونهم

Jawab : Ibadah-ibadah yang lebih utama adalah yang sesuai dengan pentunjuk Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan petunjuk para sahabat, sebagaimana telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang mana beliau bersabda didalam khutbahnya : "sebaik-baiknya perkataan adalah Kalamullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sedangkan seburuk-buruknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid'ah itu sesat", Nabi shallallahu 'alayhi wa salam juga bersabda : "sebaik-baiknya qurun (generasi) adalah kurun-ku, kemudian yang datang setelah mereka".

وقال ابن مسعود: من كان منكم مستنا فليستن بمن قد مات؛ فإن الحي لا تؤمن عليه الفتنة، أولئك أصحاب محمد

Ibnu Ma'sud berkata : barangsiapa diantara kalian yang ingin mengikuti petunjuk, maka ambillah petunjuk dari orang-orang yang sudah mati. Karena orang yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah. Mereka yang harus diikuti adalah para sahabat Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam

فإذا عرف هذا الأصل. فالأمر الذي كان معروفا بين المسلمين في القرون المفضلة، أنهم كانوا يعبدون الله بأنواع العبادات المشروعة، فرضها ونفلها، من الصلاة، والصيام، والقراءة، والذكر، وغير ذلك وكانوا يدعون للمؤمنين والمؤمنات، كما أمر الله بذلك لأحيائهم، وأمواتهم، في صلاتهم على الجنازة، وعند زيارة القبور، وغير ذلك
maka apabila telah diketahui pondasi (pokok) ini, maka perkara yang telah ma’ruf diantara kaum muslimin pada qurun mufadldlalah (penuh karunia), bahwa mereka beribadah kepada Allah dengan berbagai macam ibadah yang masyru’, baik fardlu maupun nafilah (sunnah), seperti shalat, puasa, qiraa’ah (membaca al-Qur'an), dzikir dan yang lainnya, mereka berdo’a untuk mukminin dan mukminat, sebagaimana Allah perintahkan dengan hal itu untuk orang-orang yang hidup dan orang mati, baik didalam shalat jenazah juga ketika ziarah kubur dan yang lainnya.

وروي عن طائفة من السلف عند كل ختمة دعوة مجابة، فإذا دعا الرجل عقيب الختم لنفسه، ولوالديه، ولمشايخه، وغيرهم من المؤمنين والمؤمنات، كان هذا من الجنس المشروع. وكذلك دعاؤه لهم في قيام الليل، وغير ذلك من مواطن الإجابة
telah diriwayatkan dari sekelompok salafush shaleh dimana setiap kali khatam (al-Qur’an) merupakan waktu do’a yang di ijabah, maka apabila seseorang berdo’a mengiringi khatmil Qur’an untuk dirinya sendiri, kedua orang tuanya, masyayikh-nya dan yang lainnya seperti mukminin dan mukminaat, hal ini merupakan termasuk dari jenis ibadah yang masyru’, dan sebagaimana juga do’anya untuk mereka ketika qiyamul lail (shalat malam), dan yang lainnya seperti momen-momen yang di ijabah

وقد صح عن النبي - صلى الله عليه وسلم -: أنه أمر بالصدقة على الميت، وأمر أن يصام عنه الصوم. فالصدقة عن الموتى من الأعمال الصالحة، وكذلك ما جاءت به السنة في الصوم عنهم. وبهذا وغيره احتج من قال من العلماء: إنه يجوز إهداء ثواب العبادات المالية، والبدنية إلى موتى المسلمين. كما هو مذهب أحمد، وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك، والشافعي
dan telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwa beliau memerintahkan bershadaqah untuk mayyit dan puasa untuk mayyit. Shadaqah untuk mayyit termasuk dari amal-amal shalih, dan demikian juga perkara yang berasal dari sunnah tentang puasa untuk mereka, dan berdasarkan hal ini serta berdasarkan yang lainnya sebagian ulama berhujjah : bahwa boleh menghadiahkan (memberikan) pahala ibadah-ibadah maliyah dan badaniyah kepada orang muslim yang meninggal, sebagaimana itu adalah madzhab Ahmad, Abu Hanifah dan sekelompok ulama dari Ashhab Malikk dan asy-Syafi’i

فإذا أهدي لميت ثواب صيام، أو صلاة، أو قراءة، جاز ذلك، وأكثر أصحاب مالك، والشافعي يقولون: إنما يشرع ذلك في العبادات المالية، ومع هذا لم يكن من عادة السلف إذا صلوا تطوعا، وصاموا، وحجوا، أو قرءوا القرآن. يهدون ثواب ذلك لموتاهم المسلمين، ولا لخصوصهم، بل كان عادتهم كما تقدم، فلا ينبغي للناس أن يعدلوا عن طريق السلف، فإنه أفضل وأكمل. والله أعلم.
Maka (oleh karena itu), apabila puasa, shalat dan qiraa’ah di hadiahkan untuk mayyit maka itu boleh, namun kebanyakan Ashhab Malik dan Ashhab asy-Syafi’i mengatakan : sesungguhnya yang demikian disyariatkan pada ibadah-ibadah maliyah saja, dan bersamaan hal ini tiada dari kebiasaan salafush shaleh ketika mereka shalat sunnah, puasa, haji atau membaca al-Qur’an kemudian menghadiahkan pahala yang demikian untuk orang-orang mati diantara mereka yang muslim, tidak pula kepada orang-orang khusus diantara mereka, bahkan itu menjadi kebiasaan mereka sebagaimana (pemaparan) sebelumnya, maka tidak sepatutnya bagi manusia untuk mengadili dari jalan shalafush shaleh, sebab itu lebih utama (afdlaliyah) dan lebih sempurna. Wallahu A’lam. []

Sumber : Al-Fatawa al-Kubra [3/37-38 ] karya Ibnu Taimiyah [w. 728 H]

Media Islam

Thariqat Sarkubiyah

NU Online