مطلب في فضل الفقه على غيره
وسئل نفع الله به بما لفظه : الحديث مضلة إلا الفقهاء ، وهل هو حديث وما معناه مع ان معرفة الحديث شرط في مسمى الفقيه ؟ وأيما أعظم قدرا وأجل ذكر الفقهاء أو المحدثون؟
وسئل نفع الله به بما لفظه : الحديث مضلة إلا الفقهاء ، وهل هو حديث وما معناه مع ان معرفة الحديث شرط في مسمى الفقيه ؟ وأيما أعظم قدرا وأجل ذكر الفقهاء أو المحدثون؟
Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al Haitami[1] pernah ditanya tentang ungkapan yang berbunyi, “Hadis menyesatkan kecuali untuk para ahli fikih,” apakah itu hadis atau bukan, dan apa maknanya, padahal mengetahui hadis termasuk salah satu syarat seseorang disebut sebagai ahli fikih? Mana yang lebih mulia dan utama, ahli fikih atau ahli hadis?
فأجاب بقوله : ليس بحديث وإنما هو من كلام ابن عيينه أو غيره ، ومعناه أن الحديث كالقرآن في أنه قد يكون عام اللفظ خاص المعنى وعكسه ، ومنه ناسخ ومنسوخ ومنه ما لم يصحبه عمل ، ومنه مشكل يقتضي ظاهره التشبيه كحديث ” ينزل ربنا ” الخ ، ولا يعرف معنى هذه إلا الفقهاء بخلاف من لايعرف إلا مجرد الحديث ، فإنه يضل فيه كما وقع لبعض متقدمي الحديث . بل ومتأخريهم ، كابن تيمية وأتباعه ، وبهذا يعلم فضل الفقهاء المستبطين على المحدثين غير المستنبطين . ومن ثم قال صلى الله عليه وسلم : ” رب مبلغ أوعى من سامع ، ورب حامل فقه ليس بقيه ، ورب حامل فقه إلى من هو أفقه منه ” وقوله ” بلغوا عني ولو آية وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج ” فمستنبطوا الفروع هم خيار سلف الأمة وعلماؤهم وعدولهم وأهل الفقه والمعرفة فيهم ، فهم قوم غذوا بالتقوى وربوا بالهدى أفنوا أعمارهم في استباطها وتحقيقها بعد أن ميزوا صحيح الأحاديث من سقيمها وناسخها من منسوخها ، فأوصلوا أصولها ومهدوا فروعها فجزاهم الله عن المسلمين خيرا وأحسن جزاءهم كما جعلهم ورثة أنبيائه وحفاظ شرعه وشهود آلائه ، وألحفنا بهم وجعلنا من تابعيهم بإحسان إنه الكريم الجواد الرحمن .
Beliau menjawab:
Itu bukan hadis, melainkan ucapan Ibnu ‘Uyainah[2] atau selainnya. Makna ungkapan itu adalah bahwa hadis seperti Al Quran, ada yang lafalnya umum tapi maknanya khusus dan sebaliknya, ada yang nasikh dan ada yang mansukh, ada juga yang tidak diamalkan, ada yang lafalnya musykil (bermasalah), jika dipahami secara zhahir (literal) dapat menimbulkan pemahaman tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) seperti hadis yang berbunyi, “Allah turun, dst.” Tidak ada yang memahami makna hadis itu kecuali para ahli fikih. Berbeda dengan mereka yang hanya mengerti hadis saja, mereka tersesat dalam memahaminya, sebagaimana sebagian ahli hadis zaman dahulu, bahkan di zaman belakangan seperti Ibnu Taimiyah[3] dan para pengikutnya. Dari sini, dapat diketahui keutamaan para ahli fikih yang memiliki pemahaman dibandingkan dengan para ahli hadis yang tidak memiliki pemahaman.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Berapa banyak orang yang diberitahu lebih paham daripada yang memberitahu, berapa banyak orang yang membawa fikih tapi tidak mengerti fikih, dan berapa banyak orang yang membawa fikih membawanya kepada orang yang lebih mengerti fikih daripada dirinya.”[4] Beliau juga bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Ceritakanlah dari Bani Israil, tak mengapa.”[5] Jadi, para ahli istimbath furu’ (ahli fikih) mereka adalah orang-orang pilihan pendahulu umat ini. Mereka adalah para ulama, pribadi-pribadi terpercaya, yang memiliki pemahaman dan pengetahuan. Mereka adalah golongan yang dibesarkan dengan ketakwaan dan terdidik dengan petunjuk. Mereka telah menghabiskan usia mereka untuk menyimpulkan hukum-hukum dan menelitinya setelah menyaring hadis-hadis shahih dari yang dhaif, nasikh dari yang mansukh, sehingga mereka sampai kepada akar-akarnya (ushul) sambil menyediakan cabang-cabangnya (furu’). Semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan dari kaum muslimin dan menyiapkan balasan terbaik sebagaimana Allah telah menjadikan mereka sebagai pewaris para nabi-Nya, penjaga syariat-Nya dan saksi atas kenikmatan-kenikmatan-Nya. Semoga Allah juga menggabungkan kita bersama mereka dan menjadikan kita para pengikut mereka yang baik. Sungguh Allah Maha Pemurah, Dermawan dan Penyayang.
Itu bukan hadis, melainkan ucapan Ibnu ‘Uyainah[2] atau selainnya. Makna ungkapan itu adalah bahwa hadis seperti Al Quran, ada yang lafalnya umum tapi maknanya khusus dan sebaliknya, ada yang nasikh dan ada yang mansukh, ada juga yang tidak diamalkan, ada yang lafalnya musykil (bermasalah), jika dipahami secara zhahir (literal) dapat menimbulkan pemahaman tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) seperti hadis yang berbunyi, “Allah turun, dst.” Tidak ada yang memahami makna hadis itu kecuali para ahli fikih. Berbeda dengan mereka yang hanya mengerti hadis saja, mereka tersesat dalam memahaminya, sebagaimana sebagian ahli hadis zaman dahulu, bahkan di zaman belakangan seperti Ibnu Taimiyah[3] dan para pengikutnya. Dari sini, dapat diketahui keutamaan para ahli fikih yang memiliki pemahaman dibandingkan dengan para ahli hadis yang tidak memiliki pemahaman.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Berapa banyak orang yang diberitahu lebih paham daripada yang memberitahu, berapa banyak orang yang membawa fikih tapi tidak mengerti fikih, dan berapa banyak orang yang membawa fikih membawanya kepada orang yang lebih mengerti fikih daripada dirinya.”[4] Beliau juga bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Ceritakanlah dari Bani Israil, tak mengapa.”[5] Jadi, para ahli istimbath furu’ (ahli fikih) mereka adalah orang-orang pilihan pendahulu umat ini. Mereka adalah para ulama, pribadi-pribadi terpercaya, yang memiliki pemahaman dan pengetahuan. Mereka adalah golongan yang dibesarkan dengan ketakwaan dan terdidik dengan petunjuk. Mereka telah menghabiskan usia mereka untuk menyimpulkan hukum-hukum dan menelitinya setelah menyaring hadis-hadis shahih dari yang dhaif, nasikh dari yang mansukh, sehingga mereka sampai kepada akar-akarnya (ushul) sambil menyediakan cabang-cabangnya (furu’). Semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan dari kaum muslimin dan menyiapkan balasan terbaik sebagaimana Allah telah menjadikan mereka sebagai pewaris para nabi-Nya, penjaga syariat-Nya dan saksi atas kenikmatan-kenikmatan-Nya. Semoga Allah juga menggabungkan kita bersama mereka dan menjadikan kita para pengikut mereka yang baik. Sungguh Allah Maha Pemurah, Dermawan dan Penyayang.
Nama kitab : Al-Fatawa al-HaditsiyyahPengarang : Syaikhul Islam Imam Ahmad bin Hajar al-Haitami al-Makki al-Syafi'i
Catatan Kaki :
[1] Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al Haitami As Sa’di Al Anshari, bergelar Syihabuddin Syaikhul Islam, kuniahnya Abul Abbas, seorang ahli fikih asal Mesir. Dilahirkan di Mahallah Abil Haitam (wilayah Mesir bagian barat) pada tahun 909 H, di tempat itulah ia dinisbatkan, adapun nisbat As Sa’di diambil dari kata Bani Sa’d, sebuah kabilah Arab di daerah timur Mesir. Beliau menuntut ilmu di Al Azhar dan wafat di Makkah pada tahun 974 H. (Al A’laam 1/234)
[2] Nama lengkapnya adalah Sufyan bin Uyainah bin Abi Imran, salah seorang tabii tsiqoh, dilahirkan pada tahun 107 H dan wafat di Makkah pada tahun 198 H. (Ruwatu At Tahdzibain no. 2451)
[3] Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdissalam Al Harrani Ad Dimasyqi Al Hambali, Abul Abbas, Taqiyyuddin. Dilahirkan pada tahun 661 H di sebuah daerah bernama Harran dan wafat pada tahun 728 H di Damaskus. (Al A’laam 1/144)
[4] Shahih Al Bukhari no. 6667
[5] Shahih Al Bukhari no. 3274
[2] Nama lengkapnya adalah Sufyan bin Uyainah bin Abi Imran, salah seorang tabii tsiqoh, dilahirkan pada tahun 107 H dan wafat di Makkah pada tahun 198 H. (Ruwatu At Tahdzibain no. 2451)
[3] Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdissalam Al Harrani Ad Dimasyqi Al Hambali, Abul Abbas, Taqiyyuddin. Dilahirkan pada tahun 661 H di sebuah daerah bernama Harran dan wafat pada tahun 728 H di Damaskus. (Al A’laam 1/144)
[4] Shahih Al Bukhari no. 6667
[5] Shahih Al Bukhari no. 3274