Bismillah .... Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa ada sebagian kaum Muslimin yang "curang dalam dakwah", mereka mengutip perkatan Imam Madzhab untuk membenarkan pendapat mereka sendiri (ulama mereka) kemudian menulis artikel-artikel yang menjatuhkan dan menghina pengikut Madzhab termasuk pengikut Madzhab Syafi'i. Mereka (mengenai mereka sudah bukan rahasia lagi) mengutip perkataan Imam Syafi'i, kemudian disalah pahami untuk menyerang pengikut Madzhab Syafi'i. Salah satu perkataan Imam Syafi'i yang sering dimanfaatkan untuk kepentingan "dakwah curang" mereka adalah perkataan mengenai hadits shahih dan Madzhab. Memang benar bahwa Imam Syafi'i pernah mengatakan,
dan juga,
Akan tetapi banyak kalangan yang tidak memahami dengan benar perkataan ini. Sehingga, jika yang bersangkutan menemukan sebuah hadits shahih yang bertentangan dengan pendapat madzhab Syafi’i maka yang bersangkutan langsung menyatakan bahwa pendapat madzhab itu tidak benar, karena Imam Syafi’i sendiri mengatakan bahwa hadits shahih adalah madzhab beliau. Atau ketika seseorang menemukan sebuah hadits yang shahih, yang bersangkutan langsung mengklaim, bahwa ini adalah madzhab Syafi’i.
Al-Imam Nawawi menyebutkan dalam Majmu’ Syarh Al Muhadzab, bahwa pendapat beliau tidak keluar dari Sunnah, kecuali hanya sebagian kecil. Ini memang terjadi di beberapa masalah, seperti masalah tatswib dalam adzan shubuh (bacaan ashalatu khoirum min annaum), Imam Syafi’i memakruhkan hal itu dalam qoul jadidnya. Akan tetapi para ulama madzhab Syafi’i memilih sunnahnya tatswib, karena hadits shahih mendasari amalan itu.
Akan tetapi tidak bisa sembarang orang mengatakan demikian. Al-Imam Nawawi menyebutkan beberapa syarat. “Sesungguhnya untuk hal ini, dibutuhkan seseorang yang memiliki tingkatan sebagai mujtahid dalam madzhab yang telah dijelaskan sebelumnya, dan dan ia harus berbaik sangka bahwa Imam Syafi’i belum sampai kepada hadits tersebut, atau belum mengetahui keshahihan hadits itu, dan ini hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang telah menela’ah semua kitab-kitab milik Imam Syafi’i dan kitab-kitab para sahabat yang mengambil darinya, dan syarat ini sulit, serta sedikit orang yang sampai pada tingkatan ini. Syarat ini kami sebutkan karena, Imam Syafi’i tidak mengamalkan dhahir hadits yang telah beliau ketahui, akan tetapi ada dalil lain yang mencacatkan hadits itu, atau yang menasakh hadits itu, atau yang mentakhish atau yang menta’wilkan hadits itu”.
Pernah ada seorang bermadzhab Syafi’i, Abu Walid Musa bin Abi Jarud mengatakan:” Hadits tentang berbukanya orang yang membekam maupun yang dibekam shahih, maka aku mengatakan bahwa Syafi’I telah mengatakan: “Orang yang berbekam dan dibekam telah berbuka (batal)”. Maka para ulama Syafi’i mengkritik pendapat itu, karena Imam Syafi’I sendiri mengatahui bahwa hadits itu shahih, akan tetapi beliau meninggalkannya, karena beliau memiliki hujjah bahwa hadits itu mansukh””.
asy-Syeikh Abu Amru mengatakan: ”Barang siapa menemui dari Syafi’i sebuah hadits yang bertentangan dengan madzhab beliau, jika engkau sudah mencapai derajat mujtahid mutlak, dalam bab, atau maslah itu, maka silahkan mengamalkan hal itu. Akan tetapi jika tidak sampai derajat itu dan mereka yang menentang tidak pula memiliki jawaban yang memuaskan, maka jika itu diamalkan oleh mujtahid madzhab lain, boleh ia melakukan, dan itu adalah sebuah udzur dimana ia meninggalkan salah satu pendapat madzhab Imamnya”. Imam Nawawi mengatakan bahwa yang dikatakan Syeikh Abu Amru ini merupakan perkataan yang cukup baik.
Semoga bisa memberikan pencerahan mengenai isu-isu yang selama disebarkan oleh beberapa kalangan yang sama sekali jauh dari kriteria Mujtahid.
إذا صح الحديث فهو مذهبي
"Jika suaatu hadits shahih maka itulah madzhabku"dan juga,
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت
Jika kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shallahu 'alayhi wa sallam, maka berkatalah dengan SunnahRasulullah itu dan tinggalkan perkataanku itu"Akan tetapi banyak kalangan yang tidak memahami dengan benar perkataan ini. Sehingga, jika yang bersangkutan menemukan sebuah hadits shahih yang bertentangan dengan pendapat madzhab Syafi’i maka yang bersangkutan langsung menyatakan bahwa pendapat madzhab itu tidak benar, karena Imam Syafi’i sendiri mengatakan bahwa hadits shahih adalah madzhab beliau. Atau ketika seseorang menemukan sebuah hadits yang shahih, yang bersangkutan langsung mengklaim, bahwa ini adalah madzhab Syafi’i.
Al-Imam Nawawi menyebutkan dalam Majmu’ Syarh Al Muhadzab, bahwa pendapat beliau tidak keluar dari Sunnah, kecuali hanya sebagian kecil. Ini memang terjadi di beberapa masalah, seperti masalah tatswib dalam adzan shubuh (bacaan ashalatu khoirum min annaum), Imam Syafi’i memakruhkan hal itu dalam qoul jadidnya. Akan tetapi para ulama madzhab Syafi’i memilih sunnahnya tatswib, karena hadits shahih mendasari amalan itu.
Akan tetapi tidak bisa sembarang orang mengatakan demikian. Al-Imam Nawawi menyebutkan beberapa syarat. “Sesungguhnya untuk hal ini, dibutuhkan seseorang yang memiliki tingkatan sebagai mujtahid dalam madzhab yang telah dijelaskan sebelumnya, dan dan ia harus berbaik sangka bahwa Imam Syafi’i belum sampai kepada hadits tersebut, atau belum mengetahui keshahihan hadits itu, dan ini hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang telah menela’ah semua kitab-kitab milik Imam Syafi’i dan kitab-kitab para sahabat yang mengambil darinya, dan syarat ini sulit, serta sedikit orang yang sampai pada tingkatan ini. Syarat ini kami sebutkan karena, Imam Syafi’i tidak mengamalkan dhahir hadits yang telah beliau ketahui, akan tetapi ada dalil lain yang mencacatkan hadits itu, atau yang menasakh hadits itu, atau yang mentakhish atau yang menta’wilkan hadits itu”.
Pernah ada seorang bermadzhab Syafi’i, Abu Walid Musa bin Abi Jarud mengatakan:” Hadits tentang berbukanya orang yang membekam maupun yang dibekam shahih, maka aku mengatakan bahwa Syafi’I telah mengatakan: “Orang yang berbekam dan dibekam telah berbuka (batal)”. Maka para ulama Syafi’i mengkritik pendapat itu, karena Imam Syafi’I sendiri mengatahui bahwa hadits itu shahih, akan tetapi beliau meninggalkannya, karena beliau memiliki hujjah bahwa hadits itu mansukh””.
asy-Syeikh Abu Amru mengatakan: ”Barang siapa menemui dari Syafi’i sebuah hadits yang bertentangan dengan madzhab beliau, jika engkau sudah mencapai derajat mujtahid mutlak, dalam bab, atau maslah itu, maka silahkan mengamalkan hal itu. Akan tetapi jika tidak sampai derajat itu dan mereka yang menentang tidak pula memiliki jawaban yang memuaskan, maka jika itu diamalkan oleh mujtahid madzhab lain, boleh ia melakukan, dan itu adalah sebuah udzur dimana ia meninggalkan salah satu pendapat madzhab Imamnya”. Imam Nawawi mengatakan bahwa yang dikatakan Syeikh Abu Amru ini merupakan perkataan yang cukup baik.
Semoga bisa memberikan pencerahan mengenai isu-isu yang selama disebarkan oleh beberapa kalangan yang sama sekali jauh dari kriteria Mujtahid.
Dinukil dari Muqadimah Al Majmu Syarh Al Muhadzab (1/99-100), Terbitan Dar Al Fikr 1426 H, Tahqiq Dr. Mahmud Mathraji
7 Responses to "Apabila Hadits itu Shahih Maka itu Madzhabku"
Tidak ada yang menyalahkan madzhab Imam Syafi'i. Justru dalil di atas membuktikan dan menunjukkan bahwa Imam Syafi'i mengakui bahwa dirinya tidak ma'sum. Artinya sang Imam akan ber madzhab dengan madzhab Nabi yang shohih saja, karena setiap manusia pasti ada kekurangannya. Sehingga bila beliau mengatakan "Jika suatu telah shahih sebuah hadits maka itulah madzhabku". Jadi jika ada pendapat beliau yang tidak shohih, ikuti yang shohih. begitu juga dengan qoul qodim dan qoul jadid beliau.Jadi, tidak berarti otomatis seluruh pendapat beliau salah kalau beliau sebelum meninggal menggunakan hadits yang dho'if dan lainnya.
Semoga bisa memberikan pencerahan 8-)
Padahal di artikel yang lain anta menyetujuinya.
http://ashhabur-royi.blogspot.com/2011/03/al-hafidz-al-iraqi-jika-seorang.html
barokallohu fiik....
na'am, jika pendapat Imam Syafi'i menyelisihi Al-Qur'an & Hadits, maka kita wajib mengikuti Al-Qur'an & Hadits.
namun yang terjadi saat ini adalah orang yang berilmu dangkal, hanya baru melihat TEKS Al-Qur'an & Hadits yang bertentangan dengan pendapat Imam Syafi'i, dengan serta merta mereka membuang jauh2 pendapat Imam Syafi'i tanpa mau tau tafsir dari isi TEKS Al-Qur'an & Hadits menurut para ulama salaf.
karena tak mungkin seorang Imam Syafi'i menafsirkan Al-Qur'an & Hadits secara serampangan apalagi hanya melihat TEKS semata.
jika beliau & para ulama salaf yang lain hanya "saklek" melihat TEKS, maka tak ada bedanya dengan orang kafir yang melihat Al-Qur'an & Hadits hanya berdasarkan TEKS sehingga akan banyak sekali ayat & Hadits yang saling bertabrakan maknanya.
untuk itu, introspeksi diri terlebih dahulu sejauh mana ilmu & amal kita jika dibandingkan dengan Imam Syafi'i.
jika kita merasa masih berilmu DANGKAL, HANYA MELIHAT TEKS AL-QUR'AN & HADITS TANPA MAU TAU MAKNA YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA, maka suungguh terlalu diri kita, angkuh, sombong, & merasa PALING TAU dibandingkan Imam Bukhari, Imam Nawawi & ulama2 lain yang bermazhab Syafii
asy-Syeikh Abu Amru mengatakan: ”Barang siapa menemui dari Syafi’i sebuah hadits yang bertentangan dengan madzhab beliau, JIKA ENGKAU SUDAH MENCAPAI DERAJAT MUJTAHID MUTLAQ, dalam bab, atau maslah itu, maka silahkan mengamalkan hal itu. Akan tetapi jika tidak sampai derajat itu dan mereka yang menentang tidak pula memiliki jawaban yang memuaskan, maka jika itu diamalkan oleh mujtahid madzhab lain, boleh ia melakukan, dan itu adalah sebuah udzur dimana ia meninggalkan salah satu pendapat madzhab Imamnya”. Imam Nawawi mengatakan bahwa yang dikatakan Syeikh Abu Amru ini merupakan perkataan yang cukup baik.
masha allah... sungguh luar biasa fitnah akhirul zaman... umat ini benar2 bepecah2.. semua fanatik dengan golongannya..ulamanya... di websitenya ini sebagi orang awam, saya hanya melihat seorang yang fanatik kepada Imam Syafi'i tp bukan kepada Muhammad SAW...
@Muhammad Wakil
fanatik kepada Imam Syafii itu bagus
karena Imam Syafii cinta kepada Rasulullah SAW
sedangkan wahabiyyun, fanatik kepada Nabi mereka Muhammad bin Abdul Wahhab, yang membenci para ulama (termasuk Imam Syafii ikut dibencinya, karena umat Islam banyak yang ikut mazhab SYafii)
sebaiknya anda lebih banyak belajar, sebelum menyimpulkan
@muhammad wakil
sepertinya anda tidak kenal dengan imam syafii, maknya pelajari islam dengan benar bung. semoga anda paham setelah membaca komen ini.
imam syafii adalah imam ahlussunnah wal jamaah.
ahlussnah wal jamaah artinya jamaah (mayoritas) yg mengikuti sunnah nabi.
dan yg saya liat kita ini bukanya fanatik namun mencintai imam syafii dan nabi kita.
itulah yg diajarkan para wali songo di indonesia yaitu ahlussunah waljamaah faham As'ariyyah
Posting Komentar